Mengenang Seruyan Sebagai Lumbung Padi

id Mengenang Seruyan Sebagai Lumbung Padi, Fahrian Adriannoor,

Mengenang Seruyan Sebagai Lumbung Padi

Fahrian Adriannoor (Istimewa)

Padi menguning terhampar luas, suara deru alat penggiling padi tradisional terdengar kencang tiada henti, ribuan ton padi dihasilkan dari ribuan hektare sawah dan ladang yang tersebar di berbagai kecamatan di Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah.

Di lumbung milik petani terisi penuh dengan gabah dibungkus karung 50 kilogram yang tersusun rapi seperti tumpukan batu bata, kenduri hampir setiap malam digelar di rumah-rumah, sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas panen yang melimpah.

Sejumlah kenangan manis itu dilontarkan oleh Wakil Bupati Seruyan Yulhaidir ketika membuka Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten Seruyan 2014 di Kuala Pembuang, beberapa waktu lalu.

"Kondisi itu terjadi di era 90-an," kenang Yulhaidir.

Ia menceritakan, ketika itu Seruyan masih berstatus sebagai salah satu kecamatan di bawah kendali Kabupaten Kotawaringin Timur, meski demikian Seruyan sudah dikenal sebagai salah satu daerah penghasil dan pemasok padi terbesar di Kalteng untuk wilayah Kotawaringin yang kini meliputi Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat.

Ribuan rumah tangga tercatat menekuni usaha pertanian yang petani dikenal sukses tanpa ada campur tangan pemerintah, petani benar-benar mandiri dan tidak pernah mengharap belas kasih dari pemerintah dalam bentuk permodalan.

"Wilayah kita dikenal sebagai salah satu penghasil padi dengan kwalitas yang bagus, dengan hasil padi yang melimpah, selain untuk memenuhi kebutuhan sendiri, kita juga memasok beras untuk wilayah lain," katanya.

Namun, entah kenapa, sejak berdiri sendiri sebagai kabupaten lepas dari Kotawaringin Timur pada 2002 silam, imej sebagai lumbung padi itu kian memudar, setiap tahun produksi padi Seruyan mengalami penurunan, bahkan sungguh ironis daerah yang dulu surplus beras kini harus bergantung pasokan pangan dari daerah lain.

"Padahal dulu bangunan fisik untuk menunjang aktivitas pertanian tidak ada, pengairan tidak ada, pupuk kurang, tapi sukses-sukses saja," katanya.

Mantan anggota DPRD Seruyan tahun 2009 ini pun mengaku cukup prihatin, sebab saat ini 70 persen kebutuhan pangan di Seruyan masih disuplai dari luar daerah terutama dari Pulau Jawa.

"Mengapa sekarang tidak lagi seperti dulu, kenapa hasilnya tidak maksimal, itu perlu dipelajari apa saja yang menjadi kendalanya, apakah karena hama, atau kendala lahannya ataukah ada hal lainnya," katanya.



Produksi Padi Menurun

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Seruyan menyebutkan, dari sepuluh kecamatan yang ada, kini hanya tinggal lima kecamatan yang tersisa sebagai sentra penghasil padi, yakni Kecamatan Seruyan Hilir, Seruyan Hilir Timur, Seruyan Tengah, Seruyan Hulu dan Suling Tambun.

Pada 2012 produksi padi mencapai 18.519 ton, namun pada 2013 produksi padi hanya 16.563 ton, bahkan pada 2014 produksi diperkirakan hanya mencapai 12.793 ton.

"Berdasarkan tingkat kontribusi produksi padi, Kabupaten Seruyan berada diurutan sebelas dari 14 kabupaten/kota di Kalteng, hanya setingkat di atas Kabupaten Sukamara, Gunung Mas dan Kota Palangka Raya," kata Kepala BPS Seruyan Agust Bernaldus.

Bahkan, saat ini Seruyan sangat kesulitan untuk mencapai target padi 2014 sebanyak 19.859 ton yang telah disepakati dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng.

"Target produksi padi 2014 yakni 19.859 ton dengan rincian, padi sawah 6.746 ton dan padi ladang 13.113 ton," katanya.

Ia juga mengungkapkan, dari Januari-Agustus 2014 realiasi luas panen hanya 4.903 hektar, dengan rincian 2.312 hektar untuk padi sawah dan 2.591 hektare untuk padi ladang, realisasi itu dinilai sangat minim apabila dibandingkan dengan tingginga lahan yang mengalami puso seluas 3.627 hektar.

"Apabila dibiarkan terus, kelangkaan pangan bisa berakibat fatal, yang sekaligus dapat mengguncang stabilitas perekonomian dan stabilitas politik di suatu daerah," katanya.



Faktor Pemicu

Ada kecenderungan setiap tahunnya jumlah petani padi terus berkurang dan beralih ke sektor perkebunan kelapa sawit, dari hasil sensus pertanian 2013 ada 10.257 rumah tangga yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit, sedangkan petani padi hanya 5.052 rumah tangga.

"Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat Seruyan lebih memilih berkebun sawit ketimbang menanam padi," kata August.

Pendapatan usaha sawit yang lebih unggul daripada menanam padi diduga kuat menjadi faktor pemicu terdapat minat petani untuk memilih tanaman perkebunan kelapa sawit dibanding tanaman padi.

Dengan biaya yang lebih rendah, produktivitas dan harga kelapa sawit cukup tinggi, yakni mencapai 20,85 ton/ha/tahun bahkan lebih, berbanding terbalik dengan tanaman padi lokal yang saat ini dihargai rendah serta produktivitas padi sawah hanya 3,15 ton/ha, dan 2,10 ton/ha untuk padi ladang.

"Misal harga gabah Rp4.500/kg, maka rata-rata total produksi untuk satu musim tanam padi sawah Rp14,18 juta/ha dan padi ladang Rp9,45 juta/ha, dan misal harga TBS sawit Rp1.300/kg, maka rata-rata nilai produksi pertahun untuk tanaman sawit yang telah menghasilkan sebesar Rp27,10 juta/ha," jelasnya.

Selain itu, dengan perawatan yang lebih mudah resiko kegagalan panen pada tanaman sawit sagat kecil, kemudian petani sawit juga hanya butuh sekali tanam dan menikmati hasilnya bertahun-tahun, hal ini berbanding terbalik dengan tanaman padi yang sangat rentan terhadap kegagalan panen atau puso.



Perlu Regulasi

Rendahnya minat generasi muda untuk menjadi petani padi merupakan masalah serius bagi ketersediaan pangan berkelanjutan di Seruyan, sejumlah kalangan menilai, pemerintah perlu segera merumuskan regulasi untuk mempertahankan esksitensi serta mendorong pertumbuhan jumlah petani.

Hal ini diutarakan oleh Camat Seruyan Hilir Idham BW Kusumah, menurutnya pemerintah tidak boleh hanya menyalahkan petani atas kekurangan pasokan beras yang terjadi di `Bumi Gawi Hatantiring.

"Kita tidak dapat menyalahkan, saat ini banyak lahan petani yang tiba-tiba ditanami kelapa sawit karena mereka menilai menanam kelapa sawit lebih menguntungkan dibandingkan menanam padi, katanya.

Ia menyebutkan, di wilayah Kecamatan Seruyan Hilir ada banyak lahan yang tersedia dan dapat dimanfaatkan untuk lahan pertanian padi, tinggal bagaimana komitmen pemerintah dan masyarakat untuk memanfaatkan lahan itu.

"Harus ada komitmen bersama, dan pemerintah juga harus siap membantu mereka," katanya.

Bantuan itu bukan hanya sebatas menggarap lahan sampai bercocok tanam, akan tetapi pemerintah juga harus menjamin pemasaran serta kestabilan harga padi di pasaran.

"Dengan demikian maka petani akan sejahtera, dan swasembada pangan di Seruyan akan kembali terwujud, sebagaimana dahulu Seruyan dikenal sebagai salah satu wilayah penghasil padi di Kotawaringin bahkan di Kalteng,"katanya.

 



 (T.KR-JWM/B/Z003/Z003)